“Bangsa dan negara kita mempunyai Sumber Daya Alam yang berlimpah tapi Sumber Daya Manusia kita tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya”
Ungkapan tersebut masih terdengar sampai saat ini, walau tidak lagi sesering jangkauan masa 1900an sampai 2000an awal. Sekira-kira seabad kesadaran itu menghinggapi Manusia Indonesia.
Menariknya, generasi baru Indonesia masa kini menindaklanjuti kesadaran pendahulunya dengan terus bergerak mengusahakan. Barangkali belum optimal, namun Sumber Daya Manusia kita sebagai bangsa meningkat di pelbagai sektor.
Peningkatan Sumber Daya Manusia itu terasa bagi saya pribadi dan bisajadi teman-teman juga demikian. Ekonomi, Industri dan Teknologi Kreatif misalnya, yang sebelumnya berkiblat ke bagian Asia atau Benua lainnya. Pola kerja kesenian dan kebudayaan dalam negeri, yang lama terpinggirkan hingga diklaim negara lain. Kini kita bisa memperhadapkan karya dengan kerja nyata.
Dan tak kalah menarik ialah keberanian diri untuk mengelola pertambangan. Saya membaca soal bagaimana seorang Pimpinan Ormas di forum International menyuarakan pentingnya Sumber Daya Manusia Bangsa yang berkemajuan di segala bidang, tak terkecuali dalam dunia yang sering kita sebagai Tuan Rumah ‘mengasingkan diri’, yakni pengelolaan Minerba.

Mengelola Sumber Daya Alam yang baik juga berpihak dan sebisa mungkin Sumber Daya Manusia yang melakukannya adalah Manusia Indonesia dapat berdampak signifikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals (SDGs).
Tujuannya tak lain adalah memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup generasi mendatang untuk perdamaian dan kemakmuran manusia serta planet di masa sekarang dan masa depan. Sangat NU tentu saja.
Saya mengutip tulisan Sahabat Ibil S Widodo di mojok.co perihal saatnya warga nahdliyin berpindah dari mempelajari batu akik ke batu bara.
Seseorang guru dhawuh, “bersiaplah”. Maka sebaik-baiknya yang dapat dilakukan nahdliyin hari ini adalah mempersiapkan diri menjadi bagian dari pemilik tambang. Nahdliyin harus memulai untuk belajar soal produk pertambangan dan mulailah meninggalkan dunia batu akik.
Bersiaplah menjadi reseller batu bara, reseller nikel, atau penjual tembaga. Teruslah menjadi tameng dan pembela untuk PBNU, walau sebenarnya NU akan terus baik-baik saja meski tak punya bisnis berupa tambang.
Siapa tahu nanti batu akik pun bisa ditirakatkan menjelma batu bara menggunakan baca-baca iye’, ataupun sebaliknya, hehe.
Penulis: Ibrah La Iman
——-
Semua tulisan Opini yang dikirim ke redaksi suaradaring.com sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kami menunggu opini anda berikutnya dengan tema-tema yang menarik dan tidak mengandung unsur sarah, ras, kekerasan yang dapat memicu perpecahan. Kirim opini anda di suaradaring@gmail.com










